Rabu, 07 Maret 2012

Museum Jendral Sudirman

A. SELAYANG PANDANG
Suatu penghargaan diberikan kepada seorang tokoh karena jasanya, karyanya, atau dedikasinya terhadap sesuatu. Hal ini bisa berupa penyematan tanda jasa, penulisan buku biografi, pembuatan film dokumenter, pembuatan monumen, dan sebagainya oleh pemerintah maupun masyarakat. Penghargaan-penghargaan ini bukan hanya berguna sebagai media pengingat (pengenang), namun juga berlaku sebagai sarana bagi generasi penerus untuk belajar terhadap pengalaman-pengalaman yang telah dijalani oleh mereka sang pendahulu.
Begitu pula Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Sudirman. Pangsar Jenderal Sudirman, atau yang lazim disebut Jenderal Sudirman, merupakan salah satu contoh tokoh yang dalam perjalanan hidupnya sebagai panglima perang tentara Indonesia era prakemerdekaan dan pascakemerdekaan telah banyak ditulis dalam buku, ditampilkan sosoknya dalam berbagai film perjuangan, dan tentu saja hingga dinobatkan sebagai pahlawan nasional.
Tidak hanya itu, penghargaan bangsa Indonesia kepada jenderal bintang lima yang sebelum mengawali karir kemiliterannya di PETA (Pembela Tanah Air), Bogor pada 1944 sebuah pendidikan tentara bagi pemuda Indonesia untuk mendukung Jepang menguasai Asia, sebagai seorang guru HIS milik Muhammadiyah di Cilacap ini, dapat kita saksikan pada nama-nama jalan utama di setiap kota besar di Indonesia, monumen-monumen perjuangan, patung di markas-markas TNI, hingga berbagai museum sejarah-perjuangan. Dari semua itu, hanya Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman yang secara khusus mengabadikan perjalanan hidup Sang Jenderal dengan komplit. Sesuai dengan namanya, dalam booklet museum dijelaskan bahwa nama sasmitaloka bermakna rumah untuk mengenang.
Museum yang terletak di daerah Bintaran, Kota Yogyakarta ini menampilkan penggalan-penggalan kisah beliau mulai dari masa kanak-kanak di Purwokerto hingga Sudirman wafat dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Untuk itu, museum ini didukung oleh 14 ruangan pameran di mana tiap-tiap ruangan merupakan untaian cerita yang disusun secara kronologis. Museum ini tidak lain merupakan biografi Sudirman dalam wujud ruang-ruang yang diibaratkan sebagai halaman sebuah buku, sedangkan koleksi-koleksinya seumpama untaian teks pada halaman-halaman buku itu.
Rumah ini diresmikan sebagai Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman pada 30 Agustus 1982. Sebelumnya, sejak 17 Juni 1968 hingga peresmiannya sebagai museum, bangunan ini merupakan Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama yang kini telah dipindahkan ke dua tempat, yakni Markas Besar Tentara (MBT) Cilangkap, Jakarta Timur dan Markas Korem 072/Pamungkas Kotabaru, Yogyakarta.

B. KEISTIMEWAAN
Anak2 ku, Tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit yang berideologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu. Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dilenyapkan oleh manusia siapapun juga Pangsar Sudirman, 5 Oktober 1949
Ucapan penggugah semangat nasionalisme Jenderal Sudirman tersebut menyambut pengunjung tatkala berkunjung ke Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman. Tulisan itu tertera dalam prasasti pada monumen Sudirman di halaman museum. Tidak banyak museum tokoh sejarah-perjuangan di Indonesia yang memiliki monumen plus empat belas ruang ekshibisi seperti pada museum ini. Museum ini dibagi ke dalam empat bagian, yakni Gedung Utama (dengan enam ruang pameran), Gedung Sayap Utara (tiga ruang pameran yang terletak di sisi kiri dari muka gedung utama), Gedung Belakang (satu ruang diorama), dan Gedung Sayap Selatan (yang terletak di sisi kanan dari muka gedung utama).
Pada bagian pertama atau enam ruangan di gedung utama museum ini menampilkan satu babak kehidupan Sudirman bersama keluarga (seorang isteri dan anak-anaknya). Keenam ruang itu adalah Ruang Tamu (Ruang I), Ruang Santai (II), Ruang Kerja (III), Ruang Tidur Tamu (IV), Ruang Tidur Jenderal Sudirman (V), dan Ruang Tidur Putra-Putri (VI). Sebelum memasuki Ruang I, pengunjung sudah akan dikenalkan sosok kebesaran Sudirman di teras museum. Teras ini meriwayatkan Sudirman secara ringkas melalui papan-papan yang ditempel di tembok. Di tempat ini pula, wisatawan dapat menyaksikan sejarah singkat gedung Sasmitaloka ini dan berbagai tanda penghargaan Sudirman berupa piagam, lencana, bintang, dan medali. Di sini, pengunjung juga akan mengerti alasan mengapa namanya begitu besar di Indonesia. Di Ruang Tamu, ditampilkan seperangkat kursi dan meja kayu yang pernah digunakan untuk menerima tamu sang Jenderal.
Kemudian, menuju ke Ruang Santai (Ruang II) yang letaknya terhubung dengan Ruang Tamu. Tampak di sana ruangan yang sesak dipenuhi oleh dua set meja dan kursi. Melalui keterangan pada label, pengunjung akan tahu bahwa meja dan kursi ini dulunya digunakan Sudirman saat berkumpul bersama keluarga untuk membimbing dan mengasuh putra-putrinya. Selain itu, ada juga radio merek Phillips buatan Belanda milik keluarga. Tepat di atas radio, pengunjung akan menyaksikan gagahnya seorang Jenderal Sudirman pada sebuah lukisan saat menunggang kuda didampingi Oerip Soemohardjo yang juga berkuda ketika sedang melakukan inspeksi pasukan di Alun-Alun Utara, Yogyakarta. Lukisan lain mengisahkan Jenderal Sudirman pada masa bergerilya yang ditandu karena sakit.
Pada bagian lain, terdapat satu lukisan yang jika Anda melihatnya dapat merasakan betul kehadiran Sudirman sebagai seorang pemimpin yang dicitrakan pemberani, pandai dan cerdik, serta karismatik. Ini muncul pada lukisan sang jenderal bersama kuda hitam yang ditungganginya. Lukisan ketiga ini berada di atas rak yang berisi perabot rumah tangga. Letaknya cukup pas lantaran jika kita berdiri di pintu masuk, baik pintu sebelah utara ataupun selatan, lukisan ini akan tampak jelas menyambut kedatangan kita
Selanjutnya, memasuki empat ruangan lainnya di gedung utama ini, yakni Ruang Kerja (III), Ruang Tidur Tamu (IV), Ruang Tidur Jenderal Sudirman (V), dan Ruang Tidur Putra-Putri (VI), pengunjung bisa menyaksikan berbagai koleksi pribadi keluarga Sudirman. Mulai dari dokumen-dokumen penting, komentar dari sejumlah tokoh, senjata-senjata, meja kerja yang pernah melahirkan keputusan-keputusan strategis saat perang kemerdekaan, manekin Jenderal Sudirman, berbagai lukisan dan foto, hingga perabot rumah tangga dan mesin jahit yang pernah digunakan oleh sang isteri.
Pada bagian gedung sayap utara terdapat tiga ruang pameran, yaitu Ruang VII atau ruang Pengangkatan Panglima APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia), Ruang VIII atau ruang Palagan Ambarawa, dan Ruang RS. Panti Rapih (Ruang IX). Pada Ruang Pengangkatan Panglima APRI terdapat seperangkat meja dengan empat kursi serta foto Letkol. Isdiman dalam bingkai yang terpampang di dinding. Sementara itu, di sebelah ruang ini (ruang Palagan Ambarawa) pengunjung akan menyaksikan rute perang gerilya di Ambarawa dalam dua peta. Sudirman saat itu merupakan salah satu komandan dalam peristiwa ini. Selain peta, berjajar pula foto-foto para figur yang turut ambil bagian dalam peristiwa ini digantung pada dinding ruangan. Ruangan ini memberi nuansa perjuangan dan karisma kepahlawanan dari beberapa tokoh yang terlibat dalam peristiwa bersejarah ini
Sesudah menyaksikan ruang VII dan VIII, pelancong museum akan beranjak ke Ruang RS. Panti Rapih (Ruang IX). Tempat ini mengisakan episode saat beliau sedang dirawat di salah satu bangsal rumah sakit Panti Rapih, Yogyakarta melalui sebuah diorama. Ilustrasi dalam diorama menampilkan Sudirman yang sedang duduk di kursi roda, mengenakan pakaian pasien, dan ia sedang menulis sesuatu di atas meja kecil dengan ballpoin warna kuning. Tampak nyata, karena suasana kamar rawat beliau dibuat persis dengan kamar yang pernah ia singgahi. Perabot rumah sakit yang tampil dalam diorama ini adalah koleksi asli. Setelah diorama ini, pengunjung dapat menikmati sajian koleksi berupa foto-foto dokumentasi beliau pada saat remaja. Di samping foto-foto itu, disajikan pula foto dan beberapa keterangan - surat maupun artikel koran - tentang suster yang merawat Sudirman di RS. Panti Rapih.
Memasuki bagian gedung belakang, terdapat sebuah Ruang Diorama Kendaraan yang mengkhususkan pada koleksi kendaraan-kendaraan yang pernah digunakan Jenderal Sudirman semasa hidupnya. Adapun koleksi yang ditampilkan di sini adalah dokar (kereta kuda) dan mobil sedan. Dokar yang pernah dikendarai Sudirman ketika gerilya dari Playen menuju Semanu (Gunung Kidul, Yogyakarta) ini merupakan kendaraan yang beliau gunakan di awal perang gerilya tatkala meninggalkan kota Yogyakarta menuju basis-basis gerilya pada 19 Desember 1948. Dokar ini bukan ditarik oleh kuda sebagaimana mestinya, melainkan ditarik oleh para pengawal beliau secara bergiliran. Sementara pada diorama lainnya, mobil sedan Chevrolet produksi Amerika tahun 1940-an berwarna biru yang digunakan untuk menjemput Jenderal Sudirman dari medan gerilya ditampilkan di sini. Mobil ini pernah membawa Sudirman dari Piyungan menuju ibukota sementara RI, Yogyakarta, melalui kawasan Prambanan. Peristiwa dengan sedan Chevrolet biru ini merupakan simbol kemenangan tentara Indonesia setelah peristiwa pembebasan ibukota Indonesia, Yogyakarta, melalui Serangan Oemoem 1 Maret 1949
Usai menyaksikan gedung utama, gedung sayap utara, dan gedung belakang, pengunjung masih menyisakan bagian akhir dari museum ini. Gedung sayap selatan yang dibagi ke dalam empat ruangan, yakni Ruang Sobo Pacitan (Ruang XI), Ruang Diorama Perang Gerilya (Ruang XII), Ruang Koleksi Pribadi (Ruang XIII), serta Ruang Foto dan Dokumentasi (Ruang XIV). Pada dua ruang pertama diriwayatkan bagaimana Sudirman yang sedang sakit bersama para tentara Indonesia bersatu dengan rakyat. Hal ini ditunjukkan dalam display benda-benda milik rakyat yang pernah disumbangkan kepada para pejuang demi kelancaran perang gerilya. Benda-benda tersebut antara lain dipan, meja dan kursi kayu, piring dan sendok makan, kuali, cangkir dan teko, gelas blek , stoples kaca, serta mangkuk. Selain benda-benda itu, di ruang ini ada miniatur markas gerilya Jenderal Sudirman model limasan di Sobo Pakis Baru, Pacitan, Jawa Timur. Kejadian di Sobo Pacitan ini juga diilustrasikan dalam lukisan yang terpampang di sana. Lukisan inilah yang menjadi penanda bahwa Sudirman dan pasukannya pernah bersembunyi di Pacitan. Sementara pada ruang diorama perang gerilya, Jenderal Sudirman dikisahkan dalam tiga diorama sedang merencanakan perang gerilya 1948 hingga sebelum peristiwa Serangan Oemoem 1 Maret 1949 dilaksanakan. Selain itu, terdapat tandu yang pernah dipakai untuk membawa Sudirman kala sakit selama perjalanan
Dua ruangan terakhir adalah Ruang Koleksi Pribadi serta Ruang Foto dan Dokumentasi (Ruang XIII dan XIV). Di kedua ruangan ini, dipamerkan foto-foto, surat-surat, dan benda-benda yang berkaitan dengan Jenderal Sudirman. Di Ruang Koleksi Pribadi, koleksi Sudirman tampil dalam satu kotak etalase berukuran besar. Di situ, manekin Sudirman lengkap dengan mantel coklatnya tampak berdiri gagah. Selain berbagai pakaian gerilyanya, di etalase ini juga diletakkan peci, ikat kepala, koper, tongkat, dan teko. Sementara pada Ruang Foto dan Dokumentasi, beberapa pakaian militer dan juga rekaman berbagai peristiwa di masa lampau dalam bentuk rangkaian foto-foto dapat pengunjung saksikan. Selain itu, juga dapat disaksikan beberapa surat tulisan tangannya.
Tak sekadar ruang ekshibisi, Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman juga dilengkapi ruang untuk pertemuan (aula) yang terletak di teras bagian belakang gedung utama museum. Di tempat ini, pengunjung yang berombongan (misalkan dari sekolah tertentu) dapat memanfaatkan ruang ini untuk berdiskusi mengenai sejarah perjalanan Jenderal Sudirman sekaligus beristirahat sejenak setelah berkeliling
Setelah selesai berkeliling di museum ini, sebaiknya Anda meneruskan perjalanan ke Museum Biologi yang letaknya tidak jauh dari sini. Museum ini terletak sekitar 20m dari Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman dan cukup berjalan kaki menuju Jalan Sultan Agung.

C. LOKASI
Jalan Bintaran Wetan No.3, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

D. AKSES
Untuk mengunjungi Museum Jenderal Sudirman, Anda dapat menggunakan berbagai transportasi umum di Yogyakarta. Menggunakan bus kota, bila dari Terminal Pusat Giwangan maupun pusat kota (Kantor Pos Pusat, dekat Malioboro), naiklah Jalur 12 atau 16 yang akan mengantar Anda sampai ke Jalan Sultan Agung. Jangan sampai lupa untuk berpesan pada kondektur bus untuk berhenti di daerah Bintaran Wetan. Setelah berhenti di daerah itu, selanjutnya Anda tinggal berjalan kaki menuju museum yang jaraknya kurang dari 50 meter. Tarif untuk bus kota sebesar Rp2.000 (Mei 2009)
Terdapat bus Trans Jogja Trayek 1A dan 1B selain bus kota yang bisa Anda gunakan. Dengan kedua trayek tersebut Anda bisa turun di halte Pasar Sentul, Jalan Sultan Agung. Dari situ, Anda bisa berjalan kaki maupun menggunakan becak. Selain bus, becak dan andong wisata sangat layak untuk dijadikan sarana transportasi menuju museum ini. Dengan keduanya, dalam perjalanan Anda bisa menikmati suasana Kota Jogja yang sangat khas. Menggunakan jasa becak atau andong menyesuaikan jarak yang Anda tempuh (tarif mulai dari Rp5.000). Sementara bila Anda ingin lebih praktis, Kota Jogja juga menyediakan jasa transportasi umum lainnya, seperti taksi dan ojek.

E. TICKET
Mengunjungi Museum Jenderal Sudirman, wisatawan tidak dikenai biaya apapun. Hanya saja, pengunjung diharap mengisi buku tamu di pos jaga yang berada di pintu masuk museum
Museum Jenderal Sudirman dapat dikunjungi setiap
• Senin sampai dengan Kamis (pukul 08.00 - 14.00)
• Sabtu dan Minggu (pukul 08 - 12.00)
• Sedangkan untuk hari Jumat dan hari besar nasional, museum ini tutup.

F. Akomodasi dan Fasilitas lainnya
Di Museum Sudirman tersedia berbagai fasilitas bagi pengunjung, berupa toilet, mushola, pemandu wisata, serta ruang auditorium atau ruang pertemuan. Sedangkan di luar museum, terdapat beberapa warung makan jika pengunjung merasa lapar. Bila ingin mencari oleh-oleh, wisatawan dapat mendatangi toko kue dan penganan di dekat museum ini. Toko kue dan penganan ini merupakan toko kue kenamaan dan cukup populer di Yogyakarta.

Tidak ada komentar: